Mengapa Kita Sulit Mempercayai Tuhan?
Kenapa begitu sulit untuk mempercayai Tuhan dalam keseharian kita?
Ya, mungkin di mulut kita bisa bilang itu mudah, tapi dalam pikiran bahkan di dalam lubuk hati kita, sering kali tanpa sadar atau bahkan sadar, diam-diam kita meragukan Tuhan.
Kita tahu hal itu tidak benar (karena itu yang diajarkan agama terhadap kita sebagai doktrin), sehingga kita memaksa pikiran kita untuk percaya. "Percaya saja!", kita berusaha mengulang-ngulang kata-kata tersebut, baik dalam bentuk lagu, doa, bahkan kata-kata afirmasi seperti layaknya mantra untuk membuat diri kita percaya; yang sebenarnya kita sulit untuk percaya.
Mungkin karena...
1. Kita perlu untuk berhenti mempercayai hal lain yang selama ini kita pikir itu adalah sebuah kebenaran.
Banyak kepercayaan yang tanpa sadar kita pegang dan berpikir itu sebuah kebenaran, namun ternyata bertentangan dengan kebenaran. Contohnya kerja keras.
Tidak ada yang salah dengan kerja keras, dan itu bagus. Namun kalau kita percaya 100% effort kita menentukan 100% hasil yang kita dapatkan maka itu bukan sebuah kebenaran. Kita percaya bahwa keberhasilan datang dari kerja keras dan usaha kita. Sehingga untuk mempercayai hari depan yang penuh pengharapan dari Tuhan tanpa kita berusaha maka itu tidak mungkin terjadi.
Padahal kebenarannya karena sukses dan berhasil itu karena Kristus bersama dengan kita, Ia yang memberikan kemauan sekaligus kemampuan untuk melakukan semua itu.
Terkadang ilalang yg ikut tumbuh bersama gandum harus kita buang terlebih dahulu agar gandum dapat bertumbuh lebih baik lagi, karena jika tidak mungkin kita tidak akan pernah bisa menuai tuaian yang baik.
Cek kembali apa yg selama ini kita yakin sebagai sebuah kebenaran, apakah itu berasal dari Kebenaran Firman Tuhan atau hikmat dunia.
2. We want to trust Him, but (our heart) it's already full.
Penuh terhadap apa? Penuh dari hal-hal yang kita doakan. Because the things we prayed for become the center of our life. Kita terjebak dengan apa yg kita doakan menjadi jauh lebih penting dari kepada siapa kita berdoa. (1 Sam 1: 27, 28).
Apapun yg kita doakan sebenarnya tidak layak untuk berada di tengah, bahkan justru menempatkan hal yang kita doakan ke dalam berbahaya. Karena center juga berbicara mengenai sasaran yang mudah untuk diserang musuh.
Hanya Tuhan yg layak berada di center of our life karena Ia terhebat dan terkuat, sehingga panah iblis tidak akan mungkin menghancurkanNya.
Jadi biar Tuhan yg menjadi center dari kehidupan kita, itu hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk melindungi anak kita, pekerjaan kita, keluarga kita, pasangan kita, bahkan pelayanan kita.
3. Kita perlu mendefinisikan ulang apa itu baik.
Baik bagi kita belum tentu baik bagi orang yang kita sayang atau keluarga kita. Apa yang kita lihat baik saat ini belum tentu baik untuk di kemudian hari. Karena baik bagi kita berdasarkan situasional yang berubah-ubah.
Hari ini kita bisa melihat bahwa ketika kita minta kuda dan kuda ada di kandang kita adalah hal yang baik, namun besok ketika kuda yang sama menendang anak kita dan anak kita menjadi lumpuh, kita bisa melihat kuda itu sebagai sebuah kesialan. Setahun kemudian kita dapati anak kita tidak bisa ikut wajib militer ketika terjadi perang menjadi sebuah rentetan hal yang baik, dan demikian seterusnya. Yang kita pikir baik hari ini belum tentu baik buat besok, demikian sebaliknya.
Baik itu bukan apa yang terjadi dalam hidup kita, namun siapa yang bersama-sama dengan kita melewati berbagai situasi kehidupan tersebut.
Perspektif Dia jauh melampaui situasi dan kondisi kita saat ini yang serba terbatas. Yang kita bisa yakin adalah penyertaan Tuhan yang sempurna dan rancanganNya yang penuh Damai Sejahtera itu yang selalu menyertai kita. "...Tidak ada (seorang pun) yang baik, kecuali Allah sendiri."