Bukan Menjual Produk, Namun Menjual Cerita

Screen-Shot-2017-09-20-at-9.17.19-PM

Brand atau produk tidak menginginkan perhatian. Mereka menginginkan keuntungan dari berjualan (barang atau jasa). Namun untuk dapat berjualan mereka perlu menarik perhatian, dan untuk mendapatkan perhatian, brand dan produk harus memiliki cerita.

Setidaknya ada tiga alasah mengapa brand atau produk Anda harus punya cerita:

  1. Orang suka dengan cerita. Cerita membuat seseorang atau sesuatu hal lebih mudah untuk diterima dan terasa dekat.
  2. Cerita juga yang menjadikan sesuatu otentik. Brand yang tidak memiliki otentisitas akan mudah untuk dilupakan audience. Sebaliknya, brand yang otentik akan memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapat perhatian dan diingat.
  3. Cerita dapat menggerakan hati. Ketika Anda menawarkan produk dengan menjabarkan spec, benefit, dan semua pengetahuan Anda mengenai produk tersebut, Anda mungkin akan membuat audience Anda mengerti dan paham, namun belum cukup untuk membuat mereka bertindak (membeli produk Anda). Tapi ketika produk Anda punya cerita dan cerita tersebut dapat menyentuh hati mereka, maka Anda akan membuat mereka bertindak. Hal ini yang menjadikan komputer Apple nomor satu dibandingkan Dell.

Anda dapat bercerita dengan dua cara. yaitu, Anda menceritakan kisah Anda ke orang lain, atau, pilihan ke dua, minta orang lain untuk menceritakan kisah Anda.

Telling Your Story to Others

Ini yang paling mudah, Anda tinggal menuturkan mengenai brand atau produk Anda. Mengapa Anda membangun produk tersebut dan mengapa orang-orang harus membeli produk tersebut. Beberapa contoh startup yang memiliki kisah mereka sendiri adalah Apple (yang memulai dengan garasi dan mimpi idealis mereka), kalau di Indonesia ada Tokopedia (dengan William Tanuwijaya yang mulai dari penjaga warnet).

Walaupun kisah sendiri adalah yang paling mudah dilakukan dan mudah untuk Anda kondalikan penyampaiannya, namun masalahnya Anda hanya mampu menjangkau audience dari golongan terbatas, yaitu ring 1 Anda. Selain itu Anda perlu usaha intensional yang konsisten untuk bercerita, sekaligus meyakinkan cerita dan gagasan Anda kepada mereka.

Dibandingkan Anda berusaha untuk memahami konsumen, Anda justru meminta mereka untuk memahami (brand/produk) Anda. Kalau dalam statement Steve Job, "customers don't know what they want until we've shown them”.

Getting others to tell your story

Bagaimana jika Anda bukan story teller yang baik. Brand atau produk Anda umum atau Anda memang berangkat dari mencari revenue, dan tidak memiliki cerita yang menarik untuk diceritakan?

Brand tidak bikin cerita, mereka membuat produk.

Alih-alih membuat cerita, Anda perlu mencari orang lain yang bersedia bercerita mengenai produk Anda. Di era sekarang, ini dikenal dengan testimony atau buzzers atau KOL (Key Opinion Leader). Di sini tantangannya. Anda perlu mencari orang yang akan bercerita mengenai produk Anda dengan cara /pengalaman mereka sendiri. Sering kali Anda tidak dapat mengontrol apa yang akan mereka sampaikan mengenai produk Anda.

Namun keuntungannya adalah cara bercerita seperti ini dapat menjangkan audience dengan lebih luas dalam waktu yang singkat, karena para KOL ini memiliki audiences yang lebih luas dengan golongan yang berbeda-beda juga.

Beberpa contoh brand atau produk yang menggunakan cara bercerita seperti ini adalah perusahaan asuranis, atau kalau di startup Indonesia saat ini adalah Gojek. Anda tidak akan mendengar cerita yang memotivasi dari Nadiem Makarim, CEO dari Gojek. Lahir di Singapura, kuliah di Harvard University -- justru kalau gak sukses ya keterlaluan lah. Namun yang Gojek angkat adalah cerita mengenai driver-nya.

Pilih dengan bijak bertindak dengan benar

Metode bercerita manampun yang Anda pilih dan dirasa cocok dengan brand atau produk Anda, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

  1. cerita harus dapat relate dengan (masalah) orang banyak, sehingga membuat orang merasa dekat dan berada dipihak yang sama dengan produk atau brand Anda.
  2. Cerita apa adanya, bukan cerita ada apanya. Walaupun ini semua untuk kebutuhan PR dan marketing, namun jangan mengarang cerita. Ceritakan sesuatu yang real dan benar terjadi. Cerita yang real tentu akan mudah untuk diceritakan, mudah untuk diingat, dan tentunya logis.
  3. Cerita yang logis. Cerita yang tidak logis cendrung akan dianggap mengada-ada dan membual, dan orang tidak suka kebohongan. Jadi pastikan Anda tidak terjebak dalam jargon-jargo cerita yang boombastik.
  4. Cerita yang sederhana. Cerita yang sederhana akan mudah untuk diingat dan diceritakan ulang oleh orang lain. Cerita yang terlalu bertele-tele membuat orang lelah menengar apa lagi mengulang kembali. Pastikan dari setiap cerita yang Anda bangun memiliki 3 poin atau value dari brand atau produk Anda. jangan terlalu banyak. Tidak semua hal perlu disampaikan dalam satu kali bercerita.
  5. Cerita yang menggerakan hati. Semua orang punya cerita namun tidak semua cerita menarik untuk didengar, apa lagi cerita yang mampu menyentuh dan menggerakan hati. Cerita yang mampu menggerakan orang untuk bertindak, adalah cerita yang tulus dan keluar dari hati. Itu sebabnya kalau Anda belum punya cerita yang bagus, buat cerita tersebut dengan mulai mengerjakan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan menggunakan hati Anda. hanya pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang mampu menghasilkan cerita yang menggerakan hati.

Joh Juda

Read more posts by this author.

Subscribe to

Get the latest posts delivered right to your inbox.

or subscribe via RSS with Feedly!