Sebuah Legacy

IMG_3742
Malam ini saya tidak dapat membendung haru. Bahkan saya sempat berkaca-kaca karena di tengah anakku memimpin doa, dia berdoa untuk pekerjaanku.

Seperti biasa setiap malam sebelum tidur kami berdoa bersama, dan sudah beberapa malam ini anak pertama saya yang memimpin doa. Ketika hari-hari awal dia memimpin doa tidur saja sudah membuatku haru. Saya sempat merekam video dia mempimpin doa malam untuk kami semua.

Namun malam ini lebih istimewa lagi bagi saya, karena anak 4 tahun 8 bulan ini berdoa secara khusus untuk saya. Doa yang panjang, yang tidak pernah diajarkan ke dia sebelumnya, yang juga tidak mungkin saya doakan untuk diri saya sendiri.

“Tuhan, kami juga berdoa untuk pekerjaan babah. Terima kasih Tuhan untuk pekerjaan babah yang sudah keren sekali.”
Dan masih ada 3-4 kalimat lagi doa yang panjang mengenai pekerjaan saya yang sudah tidak konsen saya dengar dan ingat karena berusaha menahan haru. Saya ingin merekamnya namun terlalu terhenyuk sehingga sempat untuk mengambil hape untuk merekam.

Dia begitu memuji pekerjaan ayahnya, justru ketika saya merasa sedang down karena belum ada progress yang signifikan dalam kurun waktu 26 hari pertama saya bekerja.

“Tuhan. Terima kasih. Karena melalui pekerjaan papa kami dapat beli dan makan kodok goreng (makan siang kami hari ini)”.

Padahal gw ‘cuma’ seorang sales, tapi di mata anak gw apa yang gw lakukan itu ternyata sangat special bagi dia. Sering banget mendapati anak gw pretend main jadi diri gw, lagi kerja di belakang laptop atau sedang zoom dan call.

Seberapa banyak anak-anak yang bangga dengan pekerjaan orang tua mereka? Sehingga mereka begitu antusias ketika ngomongin pekerjaan ayahnya; yg buat orang lain mungkin biasa saja namun bagi mereka special. Mungkin ini beberapa alasan sehingga bisa membuat anak kita bangga dengan pekerjaan orang tuanya:

  1. Bekerjalah sungguh-sungguh dengan rasa syukur.

Itu juga tidak terlepas dari seberapa kita - orang tua, menganggap serius dan bersyukur untuk pekerjaan yang kita lakukan. Mungkin kalau anak-anak kita lebih sering mendengar kita mengeluh terus mengenai pekerjaan kita, atau karena pekerjaan kita sehingga mengorbankan waktu kesenangan anak-anak bersama kita, mustahil rasanya mereka bisa sebangga itu dengan pekerjaan orang tuanya - yang ada justru mungkin jadi membenci pekerjaan orang tuanya.

  1. Ceritakan mengenai pekerjaan kita ke anak kita.

Hal ini tidak terlepas juga dari bagaimana kita menceritakan pekerjaan kita dan hal-hal yang kita lakukan dalam pekerjaan kita.
Saya masih ingat sewaktu kecil saya tidak tahu apa yang sebenarnya ayah ayah kerjakan. Namun baru 10 tahun terakhir gw menyadari dan mengerti betapa kerennya bokap dan pekerjaan yang ia lakukan. Dari cerita-cerita dia ketika kami ngobrol berdua.

Bokap saya berangkat dari enginering kapal, lalu banting stir menjadi sales alat berat, dan setelah itu menghabiskan seluruh perjalanan karirnya di alat berat ini.

Baru minggu lalu, dia menasehati gw dari pengalaman kerja dia sendiri. “Kalau awal-awal gak usah mikir jualan dulu, tapi bantu orang sebanyak-banyaknya, karena setelah itu orang juga yang akan bantu kita”.
Sound familiar kan? Itu kayak konten-konten motivator sales yg ada di Tiktok, bahkan bertahun kemudian itu juga ada ditulis dalam buku Atomic Habits, “The more you help others, the more others want to help you”.

Saya tidak ingin itu terjadi dengan anak saya, sehingga setiap ada kesempatan saya bercerita mengenai pekerjaan dan apa yang saya lakukan di kantor. Mungkin juga karena sekarang era WFH, sehingga anak bisa melihat dari dekat bagaimana orang tua bekerja.

  1. Bekerja untuk sebuah legacy

Ini yang diingatkan dan dikatakan Andy, bekerja untuk sebuah legacy yang akan ditinggalkan untuk anak. Pada akhirnya itu lah yang membuat pekerjaan kita memiliki makna bagi kita, ketika nilai manfaatnya jauh melebihi diri kita, namun beresonansi hingga anak dan keturunan kita.

Jangan termakan propaganda manipulatif dari perusahaan, yang kita dituntut untuk loyal dan bekerja untuk sebuah legacy di kantor. Tidak. Legacy itu kita berikan untuk anak kita. Kalau sudah cukup baru kita leverage ke generasi anak-anak kita, namun sudah pasti legacy bukan ke perusahaan karena perusahaan hanya soal transaksional.

Pada akhirnya saya berdoa untuk semua orang tua di luar sana yang bekerja serius, sungguh-sungguh, tekun, untuk menghidupi keluarga masing-masing, agar diberikan kekuatan, perlindungan, kesehatan serta suka cita dalam berkat. Amin.

Joh Juda

Read more posts by this author.

Subscribe to

Get the latest posts delivered right to your inbox.

or subscribe via RSS with Feedly!